Jurnalis: Widi Febrianti Sofian
Editor: Mardiwansyah
Unsulbar News, Majene.Kasus bom bunuh diri yang terjadi dalam kurun waktu satu minggu diberbagi wilayah di Indonesia menjadi perhatian utama masyarakat Indonesia. Ihwal selain memakan korban jiwa juga menimbulkan duka serta kekhawatiran yang mendalam bagi masyarakat luas. Oleh karena itu, jurnalis Unsulbar News melakukan wawancara melalui telephone dengan Muhammad Nasir Badu P hD dosen Hubungan Internasional yang mengkaji ilmu terorisme, konflik, dan kejahatan transnasional.
Menurut pendapat bapak, apa yang menyebabkan kasus terorisme khususnya bom bunuh diri yang telah lama tidak muncul, kemudian muncul kembali ke permukaan?
Sebetulnya, fenomena terorisme ini muncul kembali sejak pemboman World Trade Center pada tahun 2001 di AS yang dicurigai dilakukan oleh Osama Bin Laden serta jaringan-jaringan fundamentalis yang kemudian terjadi secara terus-menerus. Sejak saat itu persoalan teroris menjadi suatu fenomena tersendiri secara internasional dan itu berpindah dari satu negara ke negara lain. Kemudian AS mengajak seluruh negara untuk melawan terorisme, tidak terkecuali Indonesia. Lalu, Indonesia menjadi bagian dari negara yang memerangi terorisme dengan melakukan kerja sama dan membentuk pelengkap untuk melawan teroris di dalam negeri seperti Densus 88 dan BNPT (Badan Nasional Penangulangan Teroris). Kemudian kejadian-kejadian pemboman terus berlanjut sampai detik ini, terjadi di Surabaya, Riau, maupun di Sidoarjo. Akar permasalahan terjadi terorisme ini berbagai macam. Jika diawal kajian mengatakan bahwa kemiskinan menjadi pemicu terorisme, tetapi fundamentalisme (pemahaman terhadap agama yang “berlebihan”) menjadi salah faktor yang juga memicu terorisme. Dan ajaran ini masih banyak terdapat di Indonesia, oleh karena itu kenapa muncul kembali? Menurut saya mereka (teroris) itu hanya menunggu moment saja untuk melakukan pemboman.
Kira-kira apa yang menyebabkan 3 dari beberapa kasus bom bunuh diri dalam kurun waktu 1 minggu ini terjadi di Surabaya pak?
Sebetulnya ada 2 hal. Yang pertama, pemilihan tempat sebetulnya teracak untuk melakukan pemboman. Yang kedua, boleh jadi kenapa di Surabaya karena orang-orang yang di identifikasi teroris, itu boleh jadi ada di Surabaya. Namun, barangkali ada juga ditempat lain di Indonesia dengan melihat kasus pemboman tidak hanya ada di Surabaya tetapi juga ada di Riau dan Sidoarjo. Oleh karena itu, “sel-sel” teroris ini sebenarnya ada dimana-mana di Indonesia jadi kita tidak bisa mengatakan teroris hanya ada di Surabaya. Maka dari itu kita harus tetap berhati-hati.
Melihat sasaran tempat pengeboman dari beberapa kasus, 3 terjadi di gereja.
Menurut bapak ini apakah ini ada hubungannya dengan kasus-kasus yang membawa-bawa agama yang sebelumnya sudah terjadi?
Menurut saya, sebetulnya bukan gerejanya yang jadi sasaran karena di Riau dan Sidoarjo pengeboman terjadi di tempat kepolisian. Kemudian kenapa di gereja, saya mencurigai ini dilakukan untuk mengkeruhkan suasana, sehingga terjadi kacau balau di tanah air. Boleh jadi, teroris berusaha untuk menyakinkan orang-orang Kristen bahwa yang melakukan pemboman adalah orang Islam. Nah, padahal mungkin itu sebenarnya salah karena tindakan teroris ini bukan hanya persoalan di gereja tetapi juga ditempat-tempat yang bukan gereja. Ini hanya untuk mencoba mengalihkan isu, perhatian orang-orang non muslim sehingga terjadi adu domba antar agama. Dan jika ini terjadi, teroris akan sangat mudah untuk melakukan aksinya. Karena itu kita harus hadapi secara bijak dengan kepala jernih, karena perilaku teroris akan menggunakan berbagi macam cara untuk mencapai tujuannya.
Terakhir pak, bagaimana menurut bapak seharusnya masyarakat khususnya mahasiswa Unsulbar bersikap terhadap insiden bom bunuh diri ini?
Dengan adanya peristiwa itu, kita tidak boleh menganggap itu hanya terjadi di Surabaya, Riau, dan Sidoarjo jauh dari kita. Mahasiswa Unsulbar, dan seluruh komponen harus waspada bukan hanya persoalan teroris tetapi juga pada kejahatan trasnasional, isu-isu, serta paham-paham radikal harus biasa kita identifikasi. Mahasiswa kita harus cerdas untuk melihat, mengidentifikasi semua itu. Tetapi kita juga harus bisa men-sharing, serta mem-filter, informasi yang ada. Disamping mahasiswa khususnya perduli, dan bersikap terhadap teroris juga tidak diharapkan ikut terlibat didalam aksi-aksi yang memecah keutuhan Negara seperti menyebarkan berita yang tidak benar kemudian memperuyam keadaan. Oleh kerena itu mahasiswa harus cerdas, dan bijak dalam melihat kedaan teroris yang saat ini sedang melakukan aksinya.