Penulis: Atin Fauziah
Unsulbar News, Majene – Hari Pahlawan diperingati 10 November setiap tahunnya jadi momen reflektif untuk memberi makna atas pengorbanan para pahlawan dengan menyalakan jiwa kepahlawanan dalam perjuangan mengisi kemerdekaan.
Tak elok pula rasanya jika kita memperingati hari pahlawan atau kemerdekaan tersebut, namun tidak mengenal sosok para pahlawan yang telah berjuang dan berkorban melawan penjajahan.
Maka dari itu dalam artikel ini, penulis ingin mengulas salah satu pahlawan yang berasal dari Sulawesi Barat (Sulbar), yaitu Agung Hajjah Andi Depu atau Andi Depu. Apa kalian pernah mendengar sosok tersebut?
Pahlawan Nasional Sulbar Pertama
Andi Depu merupakan pejuang kemerdekaan, yang turut memberi dedikasi dalam kemerdekaan Indonesia, sehingga sosoknya layak untuk menjadi pahlawan nasional, dan diperingati setiap Hari Pahlawan.
Lahir di Tinambung, Polman, pada 1907 lalu, Andi Depu sang pahlawan nasional ikut berjuang di tanah kelahirannya, Sulawesi Barat, tepatnya di jazirah Mandar.
Menjadi tokoh pertama dari Sulawesi Barat yang diberi gelar sebagai pahlawan nasional, sejak daerah ini memisahkan diri dari Sulawesi Selatan pada 5 Oktober 2004 lalu.
Pengukuhan Hajja Andi Depu yang bergelar Ibu Agung sebagai Pahlawan Nasional itu, ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor: 123/TK/2018, tanggal 6 November 2018.
Biografi Andi Depu
Di dalam berbagai catatan, Andi Depu dikenal dengan nama Agung Hajjah Andi Depu lahir di Tinambung, Kabupaten Polman, Sulawesi Barat pada tahun 1908. Menjelang remaja, ia mendapat panggilan karepu yang kemudian disingkat menjadi Depu. Ia memiliki garis keturunan bangsawan di Mandar, dengan sebutan Todziang Laiyyana (atau orang yang berdarah biru). Ayahnya adalah adalah Raja Balanipa Mandar ke-50 yang bernama Lajju Kanna Doro, sedangkan ibunya bernama Samaturu atau biasa dipanggil Kinena. Ia tumbuh besar di lingkungan istana di Mandar bersama dengan saudara-saudaranya.
Sejak kecil, Andi Depu telah mendapat pendidikan informal di dalam istana. Ia menempuh pendidikan formal pada tingkat dasar Volkschool (sekolah desa atau sekolah rakyat) di wilayah Kerajaan Balanipa. Sekolah-sekolah desa merupakan salah satu hasil dari Politik Etis yang dicanangkan pada awal abad ke-20.
Pada umumnya, Volkschool memiliki program pendidikan yang mengajarkan berbagai keterampilan dasar seperti berhitung, membaca, dan pelajaran praktis yang semuanya disajikan dalam bahasa daerah dalam durasi tiga tahun.
Ketika itu, meskipun pemerintah kolonial menganggap bahwa perempuan yang berasal dari kalangan bangsawan dapat menempuh pendidikan dan terbuka untuk perubahan, situasi di wilayah pedesaan tidak mendorong perempuan untuk menempuh pendidikan formal. Karena keterbatasan akses di wilayah Mandar, Andi Depu tidak melanjutkan pendidikan tingkat lanjut HIS (Hollandsch-Inlandsche School atau sekolah Belanda untuk Pribumi). Meskipun demikian, di dalam lingkungan istana, ia memperoleh pendidikan islam, baik pelajaran mengenai tajwid.
Andi Depu pada saat memasuki masa remaja, beliau memiliki sifat seperti layaknya seorang laki-laki, maka kedua orang tua dari Andi Depu dapat dikatakan sangat sering menceritakan kepada beliau tentang masalah-masalah kerajaan yang tidak terlepas dari Mandar.
Karena Mandar terdahulu pernah menentang kompeni belanda, pada saat itu Mandar masih mengalami kesucian, artinya masih bebas dari penindasan serta perbudakan dari bangsa lain. Sehingga Andi Depu, dapat tergolongkan usia yang masih cukup muda yaitu baru menginjak usia lima belas tahun, tepatnya pada tahun 1922.
Pada Tahun 1922, Andi Depu harus melepaskan masa lajangnya dan terpaksa harus mengikuti kehendak kedua orangtua dan saudaranya, yaitu diharuskan memasuki jenjang rumah tangga. Andi Depu dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan bangsawana sangat petinggi, tanpa diiringi dengan adanya rasa cinta, dan ia juga tidak pernah bertemu dengan calon suaminya yang dipilih oleh kedua orang tuanya.
Laki-laki yang dijodohkan dengannya itu berasal dari putra pammasee yang bernama Andi Baso Pawiseang. Pada saat itulah Andi Depu sangat menampakkan kepatuhan terhadap anak kepada orang tuanya. Andi Baso Pawiseang merupakan keturunan dari ibu yang berasal dari Mandar yang berdarah Bugis, merupakan sosok laki-laki yang beruntung mendapatkan sosok seperti Andi Depu.
Perjuangan Andi Depu dalam Kemerdekaan Indonesia
Melihat banyaknya negara-negara barat berlayar ke Indonesia, ada yang melalui cara kedamaian dan ada pula yang melalui cara kekerasan. Tetapi lebih umumnya kebanyakan melalui cara kekerasan. Hal ini dilihat dari diterapkan seperti kerja paksa. Dan berbagai upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak kolonial. Oleh karena itu dengan melihat banyaknya peristiwa-peristiwa kekerasan yang dihadapi Indonesia maka banyak pula pejuang pejuang untuk mempertahankan indonesia serta merebut kebangsaan indonesia. Para tokoh-tokoh tersebut yang berperan penting dalam memperjuangkan kemerdekaan indonesia tidak hanya seorang laki-laki saja, bahkan banyak diantaranya seperti perempuan-perempuan yang tangguh, salah satu contohnya adalah seperti Andi Depu.
Melihat kenyataannya di mana ibu agung Andi Depu bersiap untuk pertumpahan darah kalau bendera republik indonesia akan diturunkan oleh pihak belanda di mana pada peristiwa yang berlangsung di depan markas kris muda mandar, dan sosok ibu agung juga tidak ada sedikitpun keraguan rela berpisah dengan suaminya tercinta demi kemerdekaan indonesia.
Setelah dikumandangkannya naskah proklamasi kemerdekaan indonesia oleh presiden Soekarno Hatta, tetapi adanya kesulitan untuk berkomunikasi dan adanya sensor serta penutupan terhadap berita tentang naskah proklamasi yang dilakukan oleh pihak Jepang, hal itu dapat menyebabkan bahwasanya berita tentang naskah proklamasi baru sampai di Mandar pada hari minggu tanggal sembilan belas Agustus 1945.
Karakter Religius dan Keberanian Andi Depu
Andi Depu merupakan sosok perempuan yang tangguh yang berani menentang pihak kolonial. Walaupun beliau tidak sempat menempuh pendidikan yang tinggi, tapi kecerdasan beliau tidak kalah dibandingkan dengan orang-orang yang sekolah tinggi.
Andi Depu mampu melahirkan para pejuang-pejuang Indonesia, yang pada saat itu hanya semata-mata mengikuti saja. Sejarah bangsa pun mengakuinya, bahwasanya ia mampu melahirkan generasi dalam berbagai karakter yang punya nama besar lapak sejarah bangsa. Langsung maupun secara tidak langsung.
Andi Depu memiliki dengan segala keunikan, jasa, maupun kontroversinya masing-masing. Perjuangannya menentang kolonial-kolonial sangat unik, dan banyak sekali hikmah yang kita petik di era sekarang ini, walaupun beliau tidak berasal dari sekolah tinggi, beliau tetap tidak lupa khatam Al-qur’an 30 juz. Beliau merupakan sosok perempuan yang kuat ilmu agama dan memiliki keberanian yang luar biasa, tampak dalam tindak dan perilaku hidupnya. Kita patut menjadikannya sebagai teladan.
Sumber referensi
Hamid, Abd Rahman. “Nasionalisme dalam Teror di Mandar Tahun 1947.” Paramita Vol. 26, No. 1, (2016): 95–105.
Hamzah, Aminah. (1991). Biografi Hajja Andi Depu Maradia Balanipa Mandar. Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Sulawesi Selatan.
Padilah, N. dan Anny Wahyuni. “Karakter Religius dan Keberanian dari Kepemimpinan Tokoh Andi Depu dalam Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia.” JEJAK| Jurnal Pendidikan Sejarah & Sejarah 1.1 (2021): 85–94.
Salam, H. Oemi. (1995). “Saksi Mata Pejuang Sulawesi Selatan,” dalam Irna H. Soewito, Seribu Wajah Wanita Pejuang dalam Kancah Revolusi ’45 Buku Pertama. Jakarta: Grasindo.
Sewang, Anwar. (2018). Ibu Agung H.A. Depu Patriot Pembela Tanah Air. Jakarta: Wineka Media.
Sangat menginspirasi.. Pahlawan nasional, putri dari tanah Mandar