Degradasi Moral dalam Iklim Pertelevisian Indonesia : Entah Siapa yang Salah?

Urfiah Umar, merupakan mahasiswa prodi hubungan internasional agkatan 2019/Dok. Pribadi

Penulis : Urfiah Umar

Unsulbar News.com — Di zaman digital seperti sekarang ini, rasanya tidak mungkin jika masih ada yang belum menonton siaran televisis atau TV. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman setelah maraknya penggunaan internet, sehingga orang-orang mulai lebih banyak beralih ke handphone atau smartphone, ini lebih banyak “digandrungi” sekarang tidak terlepas dari adanya media sosial yang tentunya memang sangat memudahkan orang untuk mencari informasi.

Namun ternyata di era gempuran meroketnya penggunaan media sosial, ternyata masih banyak sekali yang tetap setia menjadi penonton televisi “garis keras”, mulai dari anak-anak sampai orang tua sekalipun. Untuk kelompok garis keras ini menurut sebuah riset berasal dari kelompok menengah kebawah yang notabenenya mereka tidak memiliki akses, misalnya membeli kuota interne untuk youtube, ataupun membeli tiket nonton di bioskop.

Berbicara pertelevisian di Indonesia, yang semakin hari semakin banyak menyajikan siaran baik lokal, nasional maupun internasional, tentunya itu akan dengan bebas di tonton oleh semua kalangan usia. Akan tetapi usut-punya usut, iklim pertelevisian di Indonesia mulai banyak menuai kontroversi akibat banyaknya tayangan-tayangan tidak sehat yang awalnya memang viral di media sosial, lalu mulai diangkat ke layar kaca.

Tidak sedikit kalangan yang mulai mengeluh dengan siaran televisi di Indonesia yang kalau bahasa gaul sekarang “makin kesini-makin kesana”. Tentunya masyarakat yang masih awam akan bertanya-tanya ini ada apa? Ini salah siapa? Dan entah siapa yang sala!

Baik! Pertama, adalah sekarang ini para aktor yang berada di balik pertelevisian di Indonesia mulai mengetatkan persaingan lewat tayangan di siaran mereka masing-masing. Mulai dari sinilah mereka kemudian abai terhadap kandungan “nutrisi moral” dalam apa yang mereka tayangkan. Lebih lanjut, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa berbeda dengan negara di Eropa Barat yang didominasi oleh stasiun publik, Indonesia didominasi oleh televisi swasta. Dalam salah satu program televisi swasta, mereka bahkan tidak peduli dengan apa yang ditayangkan, asal pendapatannya bisa sesuai dengan rating. Kejadian ini bisa terjadi setiap hari sehingga sangat wajar jika kualitas siaran televisi di Indonesia hingga tulisan ini terbit dinilai sangat buruk.

Kedua, kiranya pembaca sekalian juga tidak akan segan-segan memberikan label buruk tersebut ketika melihat realita pertelevisian negara kita saat ini. Mulai dari anak SMP yang sudah sayang-sayangan di sekolah, bentak guru, ugal-ugalan di jalan dan masih banyak lagi. Bahkan yang lebih miris adalah ketika sebuah stasiun televisi swasta yang menayangkan film bernuansa religi yang dibungkus dalam kata “azab”, akan tetapi judulnya cukup di luar nalar dan akal sehat manusia. Nah yang tadinya dimaksudkan untuk menebalkan iman penonton, justru jadi bahan lelucon dan kemudian tersebar jadi “meme” di media sosial.

Lebih jauh lagi, ternyata tayangan televisi yang tidak sehat juga cukup mengakibatkan degradasi moral di bidang pendidikan. Sudah tidak terhitung jumlah kecurangan akademik akibat imbas dari tayangan-tayangan tersebut. Akibatnya apa? Peristiwa-peristiwa tersebut menciptakan stigma buruk masyarakat terhadap dunia pendidikan. Pendidikan dianggap gagal mendidik dan mencetak siswanya menjadi insan yang mulia. Padahal, tenaga pendidik telah berupaya maksimal. Namun celakanya moral siswa memang telah tergerus dan terdoktrin oleh berbagai pengaruh buruk dari luar.

Bukan hanya itu, saat ini media sosial di negara kita lagi gencar-gencarnya mempertontonkan berbagai peristiwa yang lagi “viral”, lalu kemudian mereka angkat kelayar kaca, yang tentunya hal tersebut lebih banyak mengandung kadar buruk yang sangat tidak layak untuk di konsumsi generasi tunas muda kita. Bahkan tidak sedikit orang yang menganggap bahwa gampang saja untuk masuk televisi di Indonesia cukup dengan memperlihatkan sesuatu di luar nalar.

Jika ini terus berlanjut, maka akan…”Tidak lama lagi orang-orang luar yang tidak “laku” di bangsa sendiri akan berbondong-bondong ke Indonesia, kenapa? Karena cuma di Indonesia mereka gampang viral dan melejit. Cukup bermodalkan apa? Yaa pertontonkan kebodohan dan segala sesuatu di luar akal sehat hehe”~anonim

Kalau sudah begini, apa kabar dengan Indonesia kita tercinta? Bukannya itu akan memberikan citra buruk lagi di panggung internasional?

Oleh karena itu jadilah penonton kritis yang pantang untuk menerima dan menelan mentah-mentah apa yang kita saksikan di layar televisi kita, dan teruntuk para orang tua agar terus mengawal dan mengawasi tontonan anak-anak mereka. Dan semoga dengan maraknya siaran yang tidak layak menjadi cambuk bagi pemilik stasiun televisi untuk mengevaluasi program-program yang tidak mendidik, dan memperbanyak tayangan yang mengedukasi.

AMIN tidak terhingga!

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

RSS
Follow by Email
YouTube
YouTube
WhatsApp
Tiktok